FIKSI NEGERI
Mendung terus memayungi
negeri
Tidak lantas hujan atau
memudar berubah panas
Lalu, kapan katanya
Tuhan akan bersandar di antara pelangi
Mengapa Ia hanya
berdiam menyaksikan darah mengalir tambah nahas?
Miskin
Tetap miskin
Tambah miskin
Semakin miskin
Beras murah hanya mitos
Tidak ada kelaparan
hanyalah fiksi
Perubahan hanya
berhenti pada kerongkongan menteri
Kita semakin tercekik
dan akhirnya mati
Besok , jika laut
menyurut dan kita tak lagi negara maritim
atau sawah mengering
gagal panen dan kita tak lagi negara agraris
Kepada siapa kita bisa
bangga punya sumber daya?
Sumber daya yang mana?
Sudah habis terkikis
dan hilang tinggal abunya
Kita tak sempat menjadi
hangat
Keburu meleleh dan tak
lagi hebat
Mawar Merah Dalam Kopi
Hitam
Jika hitam bagimu musim
duka
Tenggaklah kopi dan
mainkan delusi
Seperti Sri yang selalu
menembangkan asmaradhana
Cukuplah ia menuntunmu
bahagia
Merekah mewah dalam
kepahitan
Miskin pergi ke dunia
antah berantah
Jangan kau ikuti
Tetaplah kau di sini
Jangan jengah
dengarkan Sri bernyanyi
Sajak Anak Kecil Yang
Kesepian
Hangat senyum ibuku
hanya sampai di ranjang lokalisasi
Untukku sudah tidak ada
lagi
Aku belajar merangkak,
berdiri, lalu berjalan tanpa pedulinya
Benarkah aku anaknya?
Aku sering dengar
tetanggaku bernyanyi nina bobo untuk anaknya
Aku menumpang terlelap
di antaranya
Dimana ayahku? Nenekku
? Kakekku ?
Apakah aku hanya
sendiri berdiri di depan pintu menunggu ibuku pulang?
Walau pulang,ia tak
akan melirikku sedetik pun
Aku benar-benar
kesepian
Biasanya , kudekap
jantungku sendiri dengan erat
Menguping nyanyian nina
bobo tetanggaku
Ketika sepedih ini,
halalkah aku bunuh diri?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar